- Soal Pengusiran Nelayan, Sekdes Sukjeruk Maselembu Dinilai Berpolemik
- Soal Cantrang, Kades Sukajeruk Masalembu Usir Perwakilan Nelayan
- HUT NasDem Kota Jogja Bagi-bagi Penghargaan dan Hadiah
- FKUB Pamekasan Gelar Sekolah Kebangsaan di DIY
- Perempuan Jenggala DIY Gelar Donor Darah
- Oleg Yohan Menghadiri Launching Pasar Berkah Cinta Cokrodininggratan
- KABAR PERPANJAGAN PSBB DKI JAKARTA HARI INI
- Komisi B DPRD Kota Yogyakarta Usul Pengalihan Anggaran Untuk Penanganan Corona
- Fraksi NasDem DPRD Kota Jogja Mendorong Bersatu Melawan Covid-19
- Fraksi NasDem Kota Yogyakarta Tegaskan Mengawal Aspirasi Masyarakat
Soal Cantrang, Kades Sukajeruk Masalembu Usir Perwakilan Nelayan
Berita Populer
- Workshop on the Development of Women Enpowerment through Home Industry in Indonesia
- Jalan sehat Karang Taruna GADING V, Wahyu Purwanto: Pemuda Potensial Untuk Berkembang
- PAC Ansor Gamping Bentuk Devisi Media Tingkatkan Literasi Jama’ah
- Pasca Kongres, Abdiyanto Fikri Menegaskan Kader Harus Solid Bergerak
- PAC Ansor Semanu Gelar Majelis Dzikir & Shalawat Rijalul Ansor
Berita Terkait
Sumenep. Pengalaman tidak mengenakkan dialami oleh perwakilan nelayan Masalembu saat menyampaikan aspirasinya tentang cantrang pada kepala desa Sukajeruk, M. Sapuri (28/12/2020) lalu. Mereka dihadang dan diusir saat menindaklanjuti hasil rapat akbar nelayan dengan jajaran Muspika. Padahal hasil rapat itu telah disepakati oleh Camat dan Kapolsek Masalembu. “Jangankan diterima, kami langsung diusir,” terang Muh. Zehri selaku juru bicara Persatuan Nelayan Masalembu (PNM).
Menurut Muh. Zehri sejatinya hasil rapat itu disampaikan pada dua kepala desa, yaitu desa Masalima dan Sukajeruk. Hal ini mengingat kedua kepala desa pada saat rapat akbar tidak hadir. Hanya saja di desa Masalima diterima dengan baik. Bahkan Sekdes Masalima, Amiruddin, menegaskan bahwa Pemerintah Desa Masalima siap memenuhi tuntutan nelayan. Juga akan mendesak Kepolisian Sektor Masalembu untuk melakukan penegakan hukum terkait Cantrang. “Soal kapan waktu pelaksanaannya, bapak Amiruddin menyatakan akan menunggu dulu kehadiran Kepala Kepolisian Sektor Masalembu, IPTU Sudjarwo,” kata pria asal desa Masalima itu.
Dengan perlakuan itu, Muh. Zehri dan masyarakat nelayan Masalembu merasa kecewa dengan sikap kepala desa Sukajeruk yang tidak berpihak kepada rakyat. “Dengan perasaan kecewa atas sikap Kepala Desa Sukajeruk tersebut dan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diingingkan, perwakilan nelayan terpaksa tidak melanjutkan niat menyampaikan aspirasinya dan kemudian membubarkan diri,” pungkasnya.
Adapun hasil rapat akbar yang disampaikan terdiri enam poin. Pertama, menolak keberadaan cantrang di perairan Kepulauan Masalembu sebab kehadirannya dapat mengancam keberlangsungan ekosistem laut dan keberlangsungan nelayan Masalembu sebagai masyarakat mayoritas yang menggantungkan hidupnya pada hasil sumber daya laut.
Kedua, menolak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 59/PERMEN-KP/2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas, khususnya yang memperbolehkan penggunaan alat tangkap cantrang di jalur laut 712 yang meliputi perairan laut Jawa, termasuk perairan laut Kepulauan Masalembu.
Ketiga, menuntut Pemerintah Desa untuk melakukan upaya kongkrit secara hukum maupun politik, agar Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia membatalkan Permen KP Nomor 59 Tahun 2020 dan memberlakukan kembali Permen KP Nomor 71 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa Cantrang dilarang di seluruh wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.
Keempat, ditengah upaya membatalkan Permen KP Nomor 59 Tahun 2020, Pemerintah Desa harus melakukan upaya kongkrit mendesak dan mendorong aparatur penegak hukum yang ada agar melaksanakan penegakan hukum yang berlaku terkait soal cantrang.
Kelima, menuntut Pemerintah Desa harus melakukan upaya kongkrit secara hukum agar budaya tangkap ikan nelayan lokal di sekitar perairan laut Masalembu sebagai kearifan lokal masyarakat setempat mendapatkan perlindungan hukum. Baik dari Pemerintah Desa itu sendiri maupun dari Pemerintah Pusat, khususnya dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Tuntutan ini tidak berlaku untuk cara penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap zat kimia, seperti: potasium, bom ikan, dan zat kimia lainnya.
Keenam, menuntut Pemerintah Desa harus melakukan upaya kongkrit agar seluruh unsur lembaga penegak hukum di wilayah laut perairan Masalembu bisa dipenuhi keberadaannya sebagai bentuk perlindungan terhadap nelayan lokal. Hal itu mengingat tingginya potensi konflik nelayan lokal dan luar serta adanya potensi praktek eksploitasi sumber daya laut yang dapat merusak ekosistem laut. Adapun unsur yang dibutuhkan, antara lain: Kepolisian Air Laut, TNI Angkatan Laut, dan Badan Keamanan Laut. (afi)
