Animo Generasi Z dalam Pendaftaran CPNS dan PPPK: Analisis Pemberian Kompensasi PNS dan PPPK berdasarkan RUU ASN Tahun 2023 terhadap Minat Mendaftar Generasi Z

Animo Generasi Z dalam Pendaftaran CPNS dan PPPK: Analisis Pemberian Kompensasi PNS dan PPPK berdasarkan RUU ASN Tahun 2023 terhadap Minat Mendaftar Generasi Z

Foto : Analisis Pemberian Kompensasi PNS dan PPPK berdasarkan RUU ASN Tahun 2023 terhadap Minat Mendaftar Generasi Z

Bersatunews Jakarta – Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menurut Rancangan Undang-undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) yang telah disahkan oleh DPR RI pada tanggal 30 September 2023, merupakan dua bentuk Aparatur Sipil Negara (ASN). RUU ASN yang baru disahkan telah menyetarakan komponen kompensasi total yang diberikan kepada ASN dan PPPK, namun perbedaan terletak pada status dan masa kerja. Desain kompensasi setara tersebut diharapkan dapat memberikan jaminan kesejahteraan dan keadilan bagi PPPK, serta dapat menarik minat pendaftar terutama Generasi Z yang saat ini menjadi pendatang dalam pasar tenaga kerja. Namun berdasarkan analisis terhadap karakter Generasi Z yang dapat diidentifikasi dan data animo pendaftar CASN tahun 2023, diketahui fakta bahwa minat Generasi Z terhadap PNS masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan PPPK. Penelitian ini memperlihatkan bahwa desain kompensasi yang memberikan tingkat kesejahteraan dan keadilan bagi PPPK belum cukup menarik minat Generasi Z jika dibandingkan dengan PNS yang memiliki jaminan kestabilan pekerjaan.

CPNS dan PPPK dalam Formasi Aparatur Sipil Negara.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) merupakan dua jenis Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diakui secara resmi dan telah termuat dalam definisi ASN menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 yaitu ‘Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.’ Pegawai negeri sipil atau yang kemudian disingkat PNS didefinisikan sebagai ‘warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu diangkat sebagai

pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan’. Sedangkan yang dimaksud Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yaitu ‘warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah’. Definisi PPPK mengalami sedikit perubahan pada Rancangan Undang-undang ASN yang baru disahkan oleh DPR RI pada tahun 2023 ini yakni menjadi ‘warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan dan/atau menduduki jabatan pemerintahan’. Definisi baru ini memberikan ruang lebih luas terhadap PPPK tidak hanya sebagai pelaksana tugas pemerintahan melainkan pula dapat menduduki jabatan di pemerintahan. Perubahan ini membawa konsekuensi pada penyetaraan kompensasi yang diberikan antara PNS dan PPPK. Meskipun demikian keduanya tetap memiliki perbedaan dalam hal status dan masa kerja.

Pada tahun 2023 ini pemerintah tidak saja melaksanakan seleksi penerimaan Aparatur Sipil Negara untuk formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS), melainkan pula pengadaan untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pendaftaran CPNS yang saat ini sedang berlangsung merupakan pelaksanaan mekanisme rekrutmen dalam kepegawaian negara secara terpusat dan serentak. Pengadaan pegawai pada setiap Kementerian/Lembaga Negara maupun pegawai di Pemerintah Daerah dilaksanakan secara bersama-sama melalui satu pintu. Ketentuan penyelenggaraan seleksi CPNS tahun 2023 ini masih didasarkan pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Kemudian aturan rinciannya dijelaskan lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.

Sedangkan penerimaan PPPK diatur secara resmi melalui Permenpan RB Nomor 14 Tahun 2023 tentang Pengadaan PPPK untuk Jabatan Fungsional. Pengadaan PPPK sendiri telah dilaksanakan sejak tahun 2021 melalui program

rekruitmen 1 juta guru sebagai terobosan untuk memenuhi kebutuhan guru berdasarkan data tahun 2021 yang mengalami kekurangan sebanyak 1.090.678 orang. Permasalahan yang dihadapi saat itu adalah guru honorer yang telah mengabdi tidak dapat diangkat begitu saja menjadi PNS karena sebagian para honorer ini telah berusia lebih dari 35 tahun, dimana sesuai aturan ASN tidak dapat mendaftar sebagai PNS. Maka program rekrutmen PPPK guru ini dilaksanakan, yang awal mulanya sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh para guru honorer dan untuk memenuhi kebutuhan guru. Kemudian pada tahun 2022, pemerintah menilai bahwa program PPPK ini perlu dilanjutkan sehingga pada tahun tersebut pemerintah tidak melaksanakan penerimaan CPNS, dan fokus pada penerimaan PPPK untuk tenaga pendidik, tenaga kesehatan, dan tenaga penyuluh (Menpan RB, 2022). Keputusan pelaksanaan rekrutmen PPPK tahun 2022 didasarkan pada Surat Menpan RB Nomor B/1161/M.01.00/2021 tanggal 27 Juli 2021 perihal Pengadaan ASN Tahun 2022.

Alasan pemerintah menetapkan perekrutan PPPK yaitu berkaca pada kebijakan yang diterapkan di negara lain yang membagi alokasi aparatur negara mereka dengan jumlah civil servant (PNS) yang lebih sedikit dan dengan jumlah government worker (PPPK) yang lebih banyak. Tujuan penerapan kebijakan ini secara umum yaitu untuk memodernisasi birokrasi secara cepat (Menpan RB, 2022). Dapat dipahami arah kebijakan pemerintah melaksanakan penerimaan PPPK di samping CPNS yaitu untuk mengurangi jumlah PNS dan menambah jumlah PPPK di kemudian hari. Beberapa pertimbangan pemerintah yang lain yaitu 1) faktor pemenuhan pegawai negara yang dinamis secara cepat, 2) efektivitas pemenuhan kebutuhan SDM pegawai pemerintah sesuai kebutuhan, dan 3) efisiensi beban negara terhadap kompensasi pegawai.

Pertama, penerimaan PPPK dimungkinkan untuk dilaksanakan dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan penerimaan CPNS, dimana rata-rata waktu yang diperlukan dalam proses seleksi CPNS hingga diangkat sebagai PNS kurang lebih 1,5 hingga 2 tahun. Sebelum diangkat menjadi PNS, seorang CPNS harus melaksanakan rangkaian pendidikan dan on the job training (OJT) selama kurang lebih satu tahun sejak dinyatakan lulus dan diterima dalam seluruh

rangkaian seleksi. Sedangkan PPPK tidak memerlukan rangkaian proses yang sepanjang itu, dan masa kerja bagi setiap PPPK pun dapat dilaksanakan paling sedikit selama satu tahun (UU ASN, 2014). Dengan demikian, penerimaan PPPK dianggap sebagai yang lebih cepat dalam memenuhi kebutuhan pegawai negara yang dinamis.

Kedua, efektivitas pemenuhan SDM pegawai pemerintah sesuai dengan kebutuhan. Penerimaan PPPK dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah sehingga tidak menyebabkan pemborosan sumber daya manusia yang tidak dibutuhkan. Melalui jangka waktu/ masa kerja yang terbatas sesuai dengan perjanjian, maka pemerintah dapat merekrut PPPK pada saat dibutuhkan dan mengakhiri perjanjian kerja sesuai waktu yang dibutuhkan saja. Dengan demikian penggunaan SDM lebih efektif yang tentu saja hal ini membawa konsekuensi pula terhadap penghematan biaya atas beban kompensasi yang harus diberikan.

Ketiga, efisiensi beban negara terhadap kompensasi pegawai. Meskipun RUU ASN yang baru disahkan di tahun 2023 telah memberikan penyetaraan komponen kompensasi PPPK dengan PNS yang semula menurut UU ASN tahun 2014 tidak mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua, jika dikalkulasi berdasarkan masa ikatan kerja tentu PPPK lebih efisien dibandingkan PNS. Ikatan kerja PNS yang rata-rata berlangsung hingga usia pensiun tentunya menjadi beban yang lebih besar bagi keuangan negara, jika dibandingkan dengan masa kerja PPPK yang paling sedikit selama satu tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan hingga usia pensiun. Pemerintah tidak harus memaksakan untuk memperpanjang masa kerja PPPK jika tidak benar-benar dibutuhkan, serta dapat disesuaikan dengan ketersediaan anggaran dan kebutuhan pemerintah yang semakin dinamis di masa depan.

Meskipun faktor efisiensi biaya merupakan hal penting, namun penerimaan CPNS maupun PPPK tetap memiliki tujuan untuk memperoleh sumber daya manusia yang unggul dan terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan pada instansi pemerintahan. Salah satu cara untuk memperoleh sumber daya manusia yang terbaik tersebut ialah melalui proses seleksi yang ketat dan transparan. Jumlah pendaftar juga berpengaruh terhadap terjaringnya SDM-

SDM unggul, dan sebaliknya, jika jumlah pendaftar kurang atau terbatas, maka pilihan terhadap SDM unggul pun terbatas. Hal inilah yang dikhawatirkan terjadi pada penerimaan ASN baik CPNS maupun PPPK.

Dalam pasar tenaga kerja, faktor harga memang penting, namun kualitas juga tidak kalah penting apalagi dihadapkan pada perkembangan situasi saat ini yang dipenuhi ketidakpastian. Sumber daya manusia, atau yang sekarang lebih dipandang sebagai modal manusia (Becker, 1964) haruslah mampu memberikan keunggulan kompetitif bagi organisasi. Oleh karena itu organisasi bersedia mengeluarkan biaya akuisisi terhadap human capital lebih tinggi dengan pertimbangan memiliki nilai yang berharga bagi organisasi (Ployhart dan Moliterno, 2011), dibandingkan harus mementingkan efisiensi biaya semata dengan hasil SDM yang tidak kompetitif. Memperoleh sumber daya manusia yang kompetitif saat ini juga tidak mudah dengan karakteristik generasi yang semakin dinamis, apalagi bagi organisasi pemerintahan yang memiliki karakteristik organisasi yang hirarkis dan kaku. Menjadi ASN bagi sebagian generasi saat ini (generasi Z) bukanlah sesuatu yang menarik, seperti pada generasi-generasi sebelumnya. Meskipun demikian, tidak dipungkiri bahwa beberapa alasan mungkin menjadi latar belakang generasi Z untuk tetap memilih menjadi ASN, misalnya faktor job security. Permasalahan yang akan dikaji dalam tulisan ini yaitu menyoroti bagaimana generasi Z meletakkan ketertarikan untuk menjadi ASN, baik itu PNS maupun PPPK. Faktor kompensasi akan menjadi fokus kajian untuk melihat apakah skema kompensasi baik PNS maupun PPPK menjadi faktor yang penting dalam menarik minat generasi Z untuk mendaftar, atau justru tidak. Untuk melihat hal tersebut akan dibandingkan skema kompensasi pada PNS dan PPPK, serta animo pendaftar antara PNS dan PPPK. Terakhir akan dilakukan kajian terhadap faktor karakter generasi Z yang mungkin berpengaruh terhadap ketertarikan mereka menjadi PNS/PPPK di luar faktor kompensasi.

Skema Kompensasi PNS dan PPPK

Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atau jasa yang diberikan kepada perusahaan (Hasibuan, 2002) demi kemajuan perusahaan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sastrohadiwiryo, 2005). Kompensasi diberikan bertujuan untuk memotivasi karyawan agar lebih giat bekerja, disiplin saat bekerja, membantu menciptakan kesadaran bersama diantara para karyawan, dan mampu mengerjakan segala sesuatu yang dibutuhkan perusahaan (Damayanti, 2013). Apabila dalam pemberian kompensasi yang berupa kompensasi finansial dan nonfinansial tidak disalurkan/diberikan secara tepat, maka perusahaan bisa kehilangan para karyawannya dan harus mengeluarkan biaya untuk menarik, menyeleksi, melatih, dan mengembangkan penggantinya (Damayanti, 2013).

Menurut Sedarmayanti dalam Syamsir (2018) mengemukakan tujuan sistem kompensasi yang baik, antara lain: 1) menghargai prestasi kerja; 2) menjamin keadilan; 3) mempertahankan pegawai; 4) memperoleh pegawai yang bermutu; 5) pengendalian biaya; 6) memenuhi peraturan.

Menurut Ermawati (2018) Terdapat beberapa jenis kompensasi, antara lain: 1) kompensasi Finansial Langsung; 2) Kompensasi Finansial tidak langsung; 3) Kompensasi Non Finansial. Pertama, kompensasi yang tergolong pada finansial langsung antara lain pembayaran gaji pokok dan upah, pembayaran prestasi, pembayaran insentif, komisi, bonus, bagian keuntungan dan opsi saham, pembayaran tertangguh, tabungan hari tua dan saham kumulatif. Kedua, kompensasi yang tergolong finansial tidak langsung antara lain proteksi seperti asuransi, pesangon, pensiunan, komisi luar jam kerja seperti lembur, hari besar, cuti, sakit, cuti hamil, fasilitas seperti rumah, biaya pindah atau kendaraan. Serta, kompensasi yang tergolong non finansial antara lain meliputi kompensasi yang dikarenakan karir dapat berupa peluang promosi, pengakuan karya atau prestasi istimewa, kompensasi non finansial yang diberikan pada lingkungan kerja dapat berupa pujian, kenyamanan dalam bekerja, lingkungan kerja yang kondusif dan menyenangkan.

Menurut Robert E. Sibson (1990), kompensasi merupakan bagian integral dari manajemen sumber daya manusia yang pada gilirannya, merupakan

komponen penting dari manajemen. Kompensasi adalah bagian dari manajemen, dan oleh karena itu gaya manajemen harus tercermin secara nyata dalam manajemen sumber daya manusia. Program dan praktik kompensasi juga harus mencerminkan kebijakan perusahaan, dan ini harus menjadi kebijakan sadar dari para manajer eksekutifnya. Yang paling penting, dalam segala hal yang dilakukan sebagai kompensasi, harus ada pertanggungjawaban kepada pekerja dan juga kepada perusahaan.

Terdapat beberapa pertimbangan dalam pemberian kompensasi yang dapat berkontribusi terhadap kesuksesan organisasi/perusahaan, yaitu, 1) pastikan gajinya kompetitif; 2) kenali bahwa manusia adalah aset yang menghasilkan pendapatan; 3) jangan biarkan praktik akuntansi yang baik menyebabkan praktik kompensasi yang tidak tepat; 4) pastikan kompensasi mendukung manajemen produktivitas, 5) kelola biaya penggajian, bukan hanya tingkat gaji, dan 6) sadari bahwa tidak setiap gaji merupakan jenis pengeluaran yang sama.

Menurut Milkovich, George T. & Newman, J Jerry M. (2005), kompensasi adalah salah satu alat paling ampuh yang dimiliki organisasi untuk mempengaruhi karyawannya. Jika dikelola dengan baik, hal ini dapat memainkan peran utama untuk keberhasilan organisasi dalam melaksanakan strateginya melalui karyawannya. Sistem kompensasi yang dirancang dengan baik dapat membantu organisasi mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Ketika sistem kompensasi yang dirancang dengan buruk juga dapat berperan besar dalam menghambat keberhasilan organisasi. Cara seseorang dibayar mempengaruhi perilaku mereka di tempat kerja, yang berdampak pada keberhasilan organisasi.

Pandangan mengenai kompensasi itu sendiri dengan perspektif yang berbeda yaitu dari Society views dan Employee views. Perspektif dari masyarakat mengenai kompensasi yaitu dalam konteks pembayarannya sebagai ukuran keadilan, manfaatnya sebagai cerminan keadilan dalam masyarakat, efeknya kehilangan (atau keuntungan) pekerjaan yang disebabkan oleh perbedaan kompensasi dan Keyakinan bahwa kenaikan gaji menyebabkan kenaikan harga. Sementara itu pandangan karyawan tentang kompensasi adalah

sebagai sumber utama keamanan finansial, sebagai imbalan antara pemberi kerja dan mereka sendiri, hak untuk menjadi karyawan perusahaan, dan penghargaan atas pekerjaan yang dilakukan dengan baik oleh karyawan.

Dengan demikian setidaknya kompensasi memiliki beberapa arti penting yaitu, 1) sebagai imbalan atas jasa dan/atau Com-Ben dari perusahaan kepada karyawan; 2) sebagai pengganti pengorbanan waktu, tenaga & pikiran yang diberikan karyawan kepada perusahaan; 3) menentukan posisi tawar bagi pekerja sebagai pihak yang memberikan jasa kepada perusahaan yang menggunakan jasa tersebut; 4) memahami kebutuhan karyawan sebagai salah satu Stakeholder; 5) sebagai unsur pembentuk kontrak psikologis antara perusahaan dan karyawan; dan 6) untuk mencapai tujuan strategisnya, perusahaan harus menarik dan mempertahankan karyawan berbakat. Model total penghargaan yang serupa dan mencakup kompensasi, tunjangan, kehidupan kerja, kinerja/pengakuan, dan peluang pengembangan/karir. Pentingnya imbalan uang sebagai motivator dibandingkan imbalan lainnya. Tidak diragukan lagi, juga mengherankan jika kita akan fokus pada imbalan moneter (kompensasi total). Apapun imbalan lain yang dihargai karyawan, menurut pengalaman mereka, mereka mengharapkan bayaran atas pekerjaan mereka, bahwa cara dan jumlah gaji mereka mempengaruhi sikap, kinerja, dan pilihan pekerjaan, serta standar hidup mereka. Dampak kompensasi terhadap karyawan (dan juga biaya kompensasi karyawan) mempunyai implikasi besar terhadap keberhasilan organisasi dalam menjalankan strategi dan mencapai tujuan. Total kompensasi dapat didesain dalam gambar berikut:

Gambar 1. Total Kompensasi
Sumber: Milkovich, George T. & Newman, J Jerry M. (2005)

Berdasarkan desain di atas kompensasi dibagi menjadi dua bagian yaitu kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung merupakan upah yang dibayar secara tetap berdasarkan tenggang waktu yang diemban oleh para setiap karyawan. Kompensasi ini sering disebut sebagai upah dasar yaitu gaji tetap yang diterima karyawan dalam bentuk salary dan upah. Salary merupakan pendapatan yang diterima karyawan sebagai balasan jasa dari Perusahaan. Bonus yang diberikan dari Perusahaan kepada karyawan dengan tujuan dalam peningkatan kinerja dan juga semangat kerja. Insentif merupakan pendapatan tambahan yang didapatkan atas pencapaian kinerja yang tinggi. Kompensasi tidak langsung merupakan suatu bentuk dukungan dari perusahaan guna mendukung karyawan dalam menciptakan lingkungan kerja yang harmonis serta meningkatkan kinerja karyawan. Kompensasi tidak langsung berupa asuransi kesehatan, asuransi jiwa, cuti berbayar, bantuan pendidikan dan pensiun.

Boyd dan Salamin menyebutkan tiga filsafat dalam mengatur sistem kompensasi meliputi kompensasi yang layak dan adil, memberikan pengakuan atas arti penting kontribusi pegawai bagi organisasi, dan paket kompensasi yang diberikan haruslah bersaing dalam pasar tenaga kerja eksternal untuk menarik, dan mempertahankan staf yang cakap. Terutama pada bagian terakhir yakni haruslah mampu bersaing untuk menarik dan mempertahankan staf yang cakap, merupakan poin penting yang perlu dikaji dari penerapan sistem kompensasi

yang digunakan baik terhadap PNS maupun PPPK dihadapkan pada generasi Z yang saat ini muncul sebagai kekuatan besar di pasar tenaga kerja.
Perbandingan kompensasi total yang diberikan kepada PNS dan PPPK berdasarkan UU ASN tahun 2014 dan RUU ASN 2023 dapat dijelaskan seperti pada tabel berikut,

Tabel 1. Perbandingan Kompensasi Total yang diterima oleh PNS dan PPPK

Sumber: UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan RUU ASN Tahun 2023

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) hak yang diterima oleh PPPK berbeda dari PNS. Perbedaan terutama terletak pada Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua, selebihnya komponen kompensasi sama. Sedangkan berdasarkan Rancangan Undang- Undang ASN yang baru disahkan oleh DPR RI pada awal Oktober 2023, komponen kompensasi antara PNS dan PPPK disamakan. Meskipun demikian perbedaan tetap ada, yaitu dalam hal tabel gaji PNS yang berdasarkan pada jenjang pangkat/golongan PNS (PP No. 15, 2019), sedangkan tabel gaji PPPK berdasarkan pada jenjang golongan PPPK (Perpres No 98, 2020). Kepangkatan/golongan PNS terdiri dari enam belas sub golongan yaitu Golongan I A sampai dengan D, Golongan II A sampai dengan D, Golongan III A sampai dengan D, dan Golongan IV A sampai dengan D. Sedangkan golongan dalam PPPK terdiri dari tujuh belas golongan mulai dari Golongan I sampai

dengan Golongan XVII. Adapun gaji pokok terendah PNS Golongan IA sebesar Rp 1.560.800,- dan gaji pokok tertinggi Golongan IV D dengan Masa Kerja Gaji (MKG) 32 tahun sebesar Rp 5.901.200,-. Sedangkan gaji pokok yang diterima oleh PPPK golongan terendah yaitu Golongan I sebesar Rp 1.794.900,- dan gaji pokok tertinggi yang diterima oleh PPPK Golongan XVII dengan MKG 32 tahun sebesar Rp 6.786.500,-.

Sementara itu, perbedaan pada mekanisme Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun terletak pada masa kerja yang menjadi persyaratan hak penerima pensiun. Berakhirnya masa kerja PPPK terjadi bersamaan dengan berakhirnya masa perjanjian kerja, dimana paling sedikit selama satu tahun. Sementara itu ketentuan pensiun bagi ASN berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2017 ditetapkan minimal telah melaksanakan dinas selama sepuluh tahun. Artinya hak pensiun memang dapat diterima oleh PPPK yang memiliki masa kerja minimal sepuluh tahun, namun tidak berarti seluruh PPPK terutama yang mengakhiri masa kerja sebelum sepuluh tahun dapat menerima hak tersebut. Masa kerja PPPK disisi lain memiliki keluwesan jika dibandingkan dengan PNS. Keluwesan tersebut meliputi pegawai tidak terikat dinas dalam jangka waktu yang panjang seperti PNS yang jika telah dinyatakan diterima sebagai CPNS kemudian mengundurkan diri dapat dikenai sanksi baik itu berupa larangan mengikuti seleksi dikemudian hari maupun denda, sehingga PPPK tidak perlu menunggu lama untuk mengakhiri masa kerja tanpa menimbulkan persoal. Serta dari sisi organisasi pemerintah, ketentuan waktu kerja yang terbatas ini memberikan keleluasaan bagi organsiasi untuk melakukan efisiensi SDM jika suatu saat dibutuhkan perampingan organisasi, karena PPPK dipekerjakan hanya berdasarkan kebutuhan.

Sistem kerja ini, disamping komponen kompensasi yang telah disamakan dengan PNS seharusnya menjadi magnet bagi Generasi Z untuk mendaftar sebagai PPPK. Hal tersebut sesuai dengan karakter Generasi Z yang saat ini mendominasi pasar tenaga kerja di Indonesia yang cenderung memiliki jiwa kompetitif yang tinggi serta tidak menyukai keterikatan seperti menjadi PNS. Namun, apakah benar desain PPPK ini cukup menarik bagi Generasi Z dapat
dianalisis dari animo pendaftar pada rekruitment CPNS dan PPPK yang dimulai sejak September 2023 yang lalu.

Animo Pendaftar CPNS dan PPPK tahun 2023

Pada tahun 2023 ini, pemerintah kembali melaksanakan penerimaan CPNS sekaligus PPPK, tidak hanya untuk tenaga pendidik, kesehatan, dan penyuluh, melainkan membuka pula formasi untuk PPPK tenaga teknis. Penerimaan CASN baik penerimaan CPNS maupun PPPK dilaksanakan secara serentak melalui laman pendaftaran www.sscnasn.bkn.go.id. Pendaftaran secara online telah dibuka sejak tanggal 17 September sampai dengan 6 Oktober 2023. Jadwal resmi pendaftaran tersebut termuat dalam Surat Plt. Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 8229/B-KS.04.01/SD/K/2023 tanggal 21 Agustus 2023, namun batas pendaftaran kemudian diperpanjang hingga tanggal 11 Oktober 2023. Alasan perpanjangan tersebut karena hingga menjelang batas penutupan pendaftaran online, dari total 1.134.112 orang pendaftar CPNS baru tercatat menyelesaikan submit dan mengakhiri pendaftaran sebesar 55%. Sedangkan pendaftar PPPK guru yang telah menyelesaikan pendaftaran sebesar 90 %, PPPK tenaga kesehatan sebesar 69 %, dan PPPK tenaga teknis sebesar 49% (bkn.go.id, 2023). Meskipun pelaksanaan seleksi CPNS tahun 2022 ditiadakan dan baru dilaksanakan kembali pada tahun 2023 ini, bukan berarti animo pendaftar penerimaan ASN melonjak di tahun ini. Fakta yang terjadi justru terdapat beberapa instansi yang ternyata sepi pendaftar. Berdasarkan data pendaftar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang dirilis oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) per tanggal 12 Oktober 2023 tercatat keseluruhan pendaftar PNS pada Kementerian/Lembaga Pusat sebanyak 1.263.184 orang untuk 28.834 formasi. Namun pada batas akhir penutupan pendaftaran yakni tanggal 11 Oktober 2023, dari jumlah tersebut, hanya sebanyak 945.404 peserta yang menyelesaikan submit berkas pendaftaran.

Grafik 1. Data Pendaftar CPNS Per Tanggal 12 Oktober 2023 Sumber: BKN, 2023

Jika dibandingkan antara jumlah formasi yang ditawarkan dengan jumlah pendaftar yang berhasil melakukan submit berkas, Setjen Komisi Pemberantasan Korupsi (Setjen KPK) menduduki peringkat pertama dengan peminat terbesar yakni 1: 1.040. Artinya setiap 1 formasi diindikasi diminati setidaknya 1040 orang pendaftar. Sementara itu, minat pendaftar terendah diduduki oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dimana dari 500 formasi yang ditawarkan hanya memperoleh pendaftar sebanyak 378 orang. Artinya beberapa formasi kemungkinan tidak dapat terpenuhi.

Sementara itu untuk pendaftar formasi PPPK tercatat tidak jauh berbeda dari pendaftar CPNS. Khusus untuk pendaftar PPPK Tenaga Kesehatan dan Tenaga Teknis di Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tercatat sebanyak 476.539 orang dari 49.827 formasi yang tersedia. Dari keseluruhan pendaftar tersebut yang telah menyelesaikan dan submit pendaftaran sebanyak 340.340 orang. Dengan demikian secara keseluruhan tingkat persaingan dalam seleksi rata-rata 6 pendaftar memperebutkan 1 kursi formasi, atau 1:6.

Grafik 2. Data Pendaftar PPPK Nakes dan Teknis Kementerian dan Lembaga Per tanggal 12 Oktober 2023
Sumber: diolah dari BKN.go.id

Berdasarkan data statistik pendaftar PPPK dari BKN per tanggal 12 Oktober 2023 tercatat bahwa peminat PPPK untuk formasi Tenaga Teknis di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi memiliki perbandingan pendaftar terbanyak dengan formasi yang tersedia. Sedangkan yang sepi peminat tercatat terjadi pada formasi PPPK Tenaga Teknis di Kementerian Badan Usaha Milik Negara dengan pendaftar 0 dari 5 formasi Tenaga Kesehatan dan 18 formasi Tenaga Teknis yang ditawarkan.

Kurangnya Ketertarikan Generasi Z dalam Penerimaan PPPK Dibandingkan CPNS

Sekarang dunia kerja menyambut kedatangan Generasi Z. Generasi Z adalah yang lahir antara tahun 1995 sampai dengan 2012 (Buchko, 2021) atau yang lahir dari pertengahan 1990an hingga akhir 2021 (Gentiana, 2020) dimana saat ini mulai memasuki pasar tenaga kerja. Generasi yang telah mengenal teknologi sejak lahir (Berkup, 2014), memiliki keunggulan penguasaan teknologi secara lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya. Selain itu Generasi Z juga memiliki kemampuan luar biasa dalam hal multitasking, memiliki kecepatan

dalam mengakses informasi, serta responsif terhadap perubahan fenomena sosial disekitarnya (Christiani dan Ikasari, 2020). Seiring dengan perubahan budaya kerja dan tuntutan pekerja seperti halnya generasi manapun tidak bisa dapat berdiri sendiri dalam melakukan pekerjaan, namun dengan adanya tren ekspektasi dan preferensi yang berubah akan melibatkan Generasi Z yang mana tidak bisa dihindarkan dari tantangan dan peluang unik dalam perubahan di dunia kerja saat ini dan selamanya. Oleh karena itu penting untuk dipertimbangkan karakteristik yang muncul sebagai indikasi dari Generasi Z karena terdapat perbedaan dari mereka dengan generasi milenial, mengenai apa yang mereka inginkan dan harapkan dari pekerjaan mereka serta dampaknya terhadap Sumber Daya Manusia.

Generasi Z merupakan demografi baru yang melengkapi lima generasi yang bekerja berdampingan untuk pertama kalinya dalam sejarah angkatan kerja modern. Dalam banyak hal Generasi Z menunjukan lanjutan dan perluasan tuntutan Milenial di tempat kerja, namun dengan banyak perbedaan yang ada Generasi Z dijuluki sebagai “Anti-Milenial” Fast Company (Segran, 2016).

Tumbuh dalam resesi global, di masa perang, dan juga terhubung dengan teknologi sejak lahir, Generasi Z cenderung memiliki beberapa sifat yang saling berhubungan sebagai akibat dari kondisi eksternal yang sama, dimana mereka akan membawa perspektif dan preferensi unik mereka sendiri memasuki dunia kerja saat ini dimana tempat mereka bekerja. Berikut lima hal dari karakteristik Generasi Z yang sangat penting dan perlu diperhatikan oleh para profesional HR di masa depan. Pertama, Generasi Z adalah generasi asli digital. Generasi Z tidak mengetahui masa tanpa internet yang mana konektivitas yang konstan membuat mereka lebih cepat dalam mengetahui informasi dibandingkan generasi sebelumnya. Bagaimana SDM mempersiapkan diri dalam menghadapi kecakapan teknologi yang ekstrim, dan rentang perhatian yang sangat singkat terhadap Generasi Z ini. Oleh karena itu butuh kolaborasi dan saling menghargai masukan dari Generasi Z yang begitu paham akan digitalisasi dari Generasi sebelumnya.

Kedua, keberagaman adalah harapan Generasi Z. Ekspektasi dari berbagai keragaman yang ada seperti keberagaman budaya, ras dan gender

yang terus meningkat dari generasi ke generasi, Generasi Z merupakan generasi pertama yang sangat menginginkan keberagaman di tempat kerja. Ketiga, Generasi Z lebih pragmatis. Resesi global menjadi fokus kehidupan Generasi Z, karir yang masuk akal dan stabil, keamanan, dan privasi. Mereka lebih tertarik pada jejaring sosial pribadi seperti snapchat yang berfokus pada Web yang tidak kekal. Daripada memberikan imbalan berupa fasilitas dan fleksibilitas, pertimbangkan bahwa Generasi Z mungkin lebih didorong oleh peluang tradisional untuk maju dan berkembang, peningkatan keamanan ekonomi, dan manfaat yang lebih baik. Keempat, Generasi Z lebih berjiwa inovatif. Generasi Z memiliki aspirasi yang sangat tinggi dalam mengkritik di tempat kerja demi mendorong peningkatan inovasi.

Keenam, meninggalkan dunia digital untuk menjangkau Generasi Z. Generasi Z selalu terhubung dengan keterlibatan digital dan sosial oleh karena itu para profesional HR dapat mengambil langkah-langkah saat ini untuk mempersiapkan generasi berikutnya sehingga dapat meningkatkan keterlibatan dari budaya karyawan dari semua generasi seiring dengan adaptasi proses dan kebijakan untuk dunia kerja di masa yang akan datang.

Selain itu menurut Kyrousi, dkk. (2022) karakter yang dimiliki oleh Generasi Z antara lain 1) sangat menguasai teknologi serta memiliki tujuan yang kuat, 2) memiliki keberanian dalam mengambil resiko, 3) namun kurang mandiri dan memerlukan dorongan, 4) memiliki keinginan kuat untuk berjejaring sosial,

5) namun memiliki kekurangan dalam hal keterampilan sosial, dan 6) cenderung menyukai pekerjaan yang bersifat individu. Sedangkan menurut Gentiana (2020), karakter Generasi Z digambarkan sebagai generasi asli digital, memiliki multiple identity, yakni disamping menghabiskan waktu secara online tetap berkegiatan secara offline, merupakan generasi yang penuh kekhawatiran karena terpapar banyak ujaran kebencian, serta merupakan generasi yang mampu berkolaborasi dan kreatif. Berdasarkan karakter-karakter yang telah diidentifikasi tersebut, secara garis besar Generasi Z merupakan generasi yang inovatif. Dengan demikian, menuntut adanya ruang dan kebebasan untuk mengekspresikan jiwa kreativitasnya.

Dengan karakter demikian, Generasi Z memiliki ekspektasi tersendiri terhadap pekerjaan yang diharapkan. Menurut Rachmawati (2019) mereka mengharapkan iklim kerja yang fleksibel. Mereka juga berharap memperoleh dukungan cukup melalui fasilitas dari organisasi untuk mencapai keseimbangan kehidupan dan pekerjaan (Bohdziewicz, 2016). Meskipun mengharapkan fleksibilitas dalam pekerjaan, namun Generasi Z ini juga mengharapakan adanya jaminan kestabilan dalam pekerjaannya. Jika melihat pada animo Generasi Z dalam rekruitmen ASN 2023 dimana animo PNS tetap lebih tinggi daripada animo PPPK maka karakter tersebut menjadi masuk akal. Dari 28.834 formasi CPNS yang ditawarkan pada 14 Kementerian dan Lembaga jumlah pendaftar yang tercatat berhasil melakukan submit sebanyak 945.404 orang. Sedangkan untuk PPPK dari sebanyak 49.827 formasi yang ditawarkan, jumlah pendaftar yang berhasil melakukan submit hingga batas akhir pendaftaran berjumlah 340.340 orang.

Tabel 2. Perbandingan Jumlah Pendaftar CPNS dan PPPK dengan Formasi yang Ditawarkan

Sumber: diolah oleh penulis dari Data Pendaftar CASN bkn.go.id

Artinya, minat terhadap CPNS masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan PPPK. Faktor penyebab lebih tingginya minat terhadap formasi CPNS yang dapat diidentifikasi yaitu meskipun secara fleksibilitas masa kerja dan skema kompensasi PPPK yang lebih baik dan setara dengan PNS, namun dari segi jaminan kestabilan pekerjaan PNS lebih menggiurkan bagi Generasi Z. Hal ini sesuai dengan salah satu identifikasi karakter Generasi Z yang dijelaskan oleh Gentiana (2020) sebagai generasi yang penuh kekhawatiran. Kekhawaitran akan masa depan pekerjaannya tersebut kemudian direfleksikan dalam harapan pekerjaan yang dikehendaki oleh Generasi Z yakni memberikan jaminan kestabilian pekerjaan. Faktor desain kompensasi yang diberikan bagi PPPK belum terlalu menarik bagi Generasi Z jika dibandingkan dengan faktor jaminan kestabilan pekerjaan pada PNS.

Kesimpulan

Desain kompensasi yang dirancang sama seperti PNS ternyata belum mampu menarik minat Generasi Z untuk mendaftar sebagai PPPK lebih banyak daripada menjadi PNS. Faktor penyebabnya bukan semata-mata persoalan besaran penghasilan, melainkan faktor job security yang diharapkan oleh Generasi Z dianggap lebih baik pada PNS. Dengan demikian meskipun desain kompensasi PPPK telah memberikan tingkat kesejahteraan dan keadilan yang sama seperti PNS namun belum menjadi prioritas yang dicari oleh Generasi Z. Meskipun demikian, penelitian ini didasarkan pada studi literatur dan analisis terhadap data pendaftar yang menjadi dasar justifikasi animo pendaftar Generasi Z, sehingga perlu untuk melakukan penelitian secara langsung terhadadap Generasi Z melalui instrumen survei untuk dapat menggambarkan preferensi mereka terhadap PPPK secara tepat.

Daftar Referensi

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai negeri Sipil

Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja

Surat Menpan RB Nomor B/1161/M.01.00/2021 tanggal 27 Juli 2021 perihal Pengadaan ASN Tahun 2022

Surat Plt. Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 8229/B- KS.04.01/SD/K/2023 tanggal 21 Agustus 2023

Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara Tahun 2023

Berkup, S.B. (2014). Working with Generations X and Y in Generation Z Period: Management of Different Generations in Business Life. Mediteranian Journal of Social Sciences, Vol. 5 (19). Hlm. 218-229.

Bohdziewicz, P. (2016). Career Anchors of Representatives of Generation Z: Some Conclusions for Managing The Younger Generation of Employees. HumanResource Management, Vol. 6(113). Hlm. 57-74.

Christiani, L.C. dan Ikasari, P.N. (2020). Generasi Z dan Pemeliharaan Relasi antar Generasi dalam Perspektif Budaya Jawa. Jurnal Komunikasi dan Kajian Media, Vol. 4 (2). Hlm. 84-105.

Damayanti dkk. 2013. Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surakarta. Jupe UNS, Vol 2, No 1, Hal 155 s/d 168. Oktober 2013.

Gentina, E. (2020). Generation Z in Asia: A Research Agenda. Dalam Gentina dan E Parry. What The Experts Tell Us About South East Asia: Dynamics, Difference, Digitalization. Hlm. 3-19.

Hasibuan, Malayu S.P. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Bumi Aksara.

Lanier, K. (2017). 5 things HR professionals need to know about Generation Z. Strategic HR Review, 16(6), 288–290. https://doi.org/10.1108/shr-08-

2017-0051

Milkovich, George T. & Newman, J Jerry M. (2005). Compensation (International Edition). Singapore: McGraw-Hill.

Rachmawati, D. (2019). Welcoming Gen Z in Job World. Proceeding Indonesia Career Network. Hlm. 21-24.

Sastrohadiwiryo, B. Siswanto. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan Administratif dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Sibson, Robert E. 1990. Compensation, AMACOM Books: 9780585024592 Menpan.go.id, “Menteri Tjahjo: Pemerintah Fokus Merekrut PPPK di Tahun 2022”,            https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/menteri-tjahjo-pemerintah-fokus-merekrut-pppk-di-tahun-2022

Share

51 thoughts on “Animo Generasi Z dalam Pendaftaran CPNS dan PPPK: Analisis Pemberian Kompensasi PNS dan PPPK berdasarkan RUU ASN Tahun 2023 terhadap Minat Mendaftar Generasi Z

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *